Berita Terkini

Kamis, 22 Desember 2011

PENINGKATAN KWALITAS SDM SEBAGAI PRASYARAT UTAMA MEMASUKI MASA DEPAN ( Pandangan Muhammadiyah)

PENINGKATAN  KWALITAS SDM SEBAGAI PRASYARAT UTAMA
MEMASUKI MASA DEPAN ( Pandangan Muhammadiyah)
Oleh ; Suwanto,M.Pd 


I.      PENDAHULUAN
Argumen panjang lebar tak perlu dipaparkan lagi bahwa masyarakat tak bisa menghindarkan diri dari proses globalisasi dengan segala tuntutan dan tantangannya, apalagi jika ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif. Untuk menjawab tuntutan dan tantangan global, ‘keunggulan-keunggulan’ mutlak yang harus dimiliki Bangsa Indonesia adalah penguasaan atas sains teknologi dan keunggulan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni. Kemajuan dan penguasaan atas sains teknologi akan mendorong terjadinya percepatan transformasi masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pembangunan. Merasuknya globalisasi, berkembangnya profesionalisasi dan semakin menajamnya kompetisi antar negara, menuntut adanya pelurusan orientasi pembangunan pada peningkatan kualitas manusia.
Di negara-negara maju, SDM menjadi prioritas utama dalam pembangunan pendidikan, SDM dipandang sebagai pilar utama infrastruktur yang mapan di bidang pendidikan. Kondisi ini berbeda dengan pendidikan di Indonesia yang dihadapkan pada persoalan penyediaan SDM. Adanya ketidakcocokan dan ketidaksepadanan antara output di semua jenjang pendidikan dengan tuntutan masyarakat (sosial demands) dalam dunia kerja adalah satu contoh pekerjaan rumah bagi dunia pendidikan di Indonesia yang harus segera dibenahi. Pendidikan masih lebih memperlihatkan sebagai suatu beban dibanding sebagai suatu kekuatan dalam pembangunan. Dipandang dari perspektif human capital theory, pendidikan Islam dihadapkan pada persoalan underinvestment in human capital, yaitu kurang dikembangkannya seluruh potensi SDM yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan

Dahulu, pendidikan lebih merupakan model untuk pembentukan maupun pewarisan nilai-nilai keagamaan dan tradisi masyarakat. Artinya, misi pendidikan dianggap berhasil ketika anak didik sudah mempunyai sikap positif dalam beragama dan memelihara tradisi masyarakatnya. Kini, paradigma pendidikan seperti itu harus direkonstruksi agar sumber daya manusia Indonesia tidak acuh terhadap persoalan yang terkait dengan kepentingan ekonomi, ketenaga-kerjaan, dan persoalan lainnya  dengan tetap mempertahankan nilai-nilai etik dan moral Islam.  Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi (Q.S.2:30) dan (Q.S.114:165). Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia dikaruniai akal, perasaan, dan tubuh yang sempurna. Islam, melalui ayat-ayat al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang kesempurnaan diri manusia, seperti antara lain disebutkan dalam
surat at-Tin ayat 4
لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ فيِ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”

II . PEMBAHASAN TENTANG JUDUL
A. Pengertian Sumber Daya Manusia
Istilah sumber daya manusia (SDM) terdiri dari tiga kata , yaitu: sumber, daya, dan manusia. Ketiga kata itu tentu mempunyai arti dan dengan mudah dapat dipahami artinya ; sumber berarti asal , daya ini dapat pula disebut kemampuan, tenaga, energi, atau kekuatan (power)sedangkan manusia adalah manusia. Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai daya yang bersumber (berasal) dari manusia.
Istilah sumber daya manusia telah didefinisikan bermacam-macam oleh para pakar pendidikan maupun psikologi,diantaranya adalah ;
a.   Yusuf Suit yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia.
b.  Kamus Besar Bahasa Indonesia, sumber daya manusia diartikan sebagai .potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi..
c.  Kamus Webster, yang dimaksud sumber daya manusia ialah .alat atau kekayaan yang tersedia (available means), kemampuan atau bahan untuk menyelesaikan masalah atau persoalan.
d.   Deacon dan Malock dalam Gross Crandall dan Knol (1973) yang mendefinisikan sumber daya manusia sebagai .alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk memenuhi keinginan.
e. Gunawan A. Wardhana menyatakan bahwa sumber daya manusia mencakup semua energi, keterampilan, bakat, dan pengetahuan manusia yang dipergunakan secara potensial dapat atau harus dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang bermanfaat.
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia itu adalah tenaga atau kekuatan/kemampuan yang dimiliki oleh seseorang berupa daya pikir, daya cipta, karsa dan karya yang masih tersimpan dalam dirinya sebagai energi potensial yang siap dikembangkan menjadi daya-daya berguna sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.

B. Sumber Daya Manusia (SDM) Berkualitas
Menurut pendapat Robert Reich yang dikutip oleh Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed., mengemukakan bahwa manusia berkualitas yang cerdas itu memiliki ciri-ciri antara lain:
a.   Added Values (memiliki nilai tambah, keahlian, profesionalisme)
b.  Abstraction System Thinking (mampu berpikir rasional, mengabstraksikan suatu persoalan secara sistematis melalui pendekatan ilmiah objektif)
c.   Experimentation and Test (mampu berpikir di balik data-data dengan melihat dari berbagai sudut)
d.  Collaboration (mampu bekerja sama, bersinergi).
Gambaran di atas jelas merupakan suatu karakteristik nilai-nilai mentalitas yang harus tampak pada profil dan penampilan (performance) sumber daya manusia (SDM) abad 21.
Nanang Fattah menyebutkan bahwa SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.
a.       Dimensi kualitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif
b.      Dimensi kuantitatif adalah terdiri atas prestasi dunia kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktifitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.
Tinggi rendahnya kualitas SDM antara lain ditandai dengan adanya unsur kreatifitas dan produktifitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Permasalahan ini akan dapat diatasi apabila SDM mampu menampilkan hasil kerja produktif secara rasional dan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang umumnya dapat diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas SDM.


C.  Masa Depan
Sebuah pemikiran yang dibangun di atas kesadaran, bercakrawala luas dan berorientasi jauh ke depan, biasanya akan berupaya memotretkan bentuk dan rupa di masa depan; mengolah pemikiran di atas berbagai unsur ketidakpastian agar mewujud sedemikian rupa menjadi sebuah gambaran tentang apa-apa yang bisa terjadi pada situasi dan kondisi tertentu. Upaya ini tak lain untuk menyiapkan diri terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi dan bahkan mengantisipasi kecenderungan ke arah yang buruk.

III.    PANDANGAN ISLAM TENTANG SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) BERKUALITAS

a.  Pandangan Islam tentang Manusia
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi (Q.S. al-Baqarah {2}: 30)
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
 Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Ayat di atas dipertegas dengan ayat lainnya dalam (Q.S. al-An.am {6}:165).
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
 Artinya:  .Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia dikaruniai akal, perasaan, dan tubuh yang sempurna. Islam, melalui ayat-ayat al-Qur.an telah mengisyaratkan tentang kesempurnaan diri manusia, seperti antara lain disebutkan dalam surat at-Tin {95} ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: .Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kesempurnaan demikian dimaksudkan agar manusia menjadi individu yang dapat mengembangkan diri dan menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya.



Tetapi al-Qur.an menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan. Definisi ini mengandung tiga unsur yaitu:

a.   Manusia adalah ciptaan Allah swt. (Q.S. an-Nahl {16}: 4)
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ
Artinya: .Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.

b.   Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab kepada Allah swt.
Menurut al-Qur.an, yang akan dipertanggungjawabkan itu ialah:
1)  Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi sebagaimana (Q.S. 2: 30) dan (Q.S. al-An.am {6}: 165) tersebut di atas.
2)  Semua nikmat Allah yang pernah diterima manusia (Q.S. at-Takatsur {102}: 8)
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Artinya: .Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
3)  Semua tingkah laku manusia selama hidup di dunia ini (Q.S. an-Nahl {16}: 93)
ۚ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: .dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.
4)   Semua ide, gagasan, ilmu dan teknologi yang diadakan manusia (Q.S. al-Israa {17}: 36)
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ   وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya: .Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya..
5)   Semua ikrar dan janji yang diadakan manusia (Q.S. al-Israa {17}: 34)
إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
Artinya: .Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya..

c.   Manusia diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan.
Manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan seperti sifat-sifat yang dipunyai oleh Tuhan. Seperti berkuasa, berkehendak, berilmu, penyayang, pengasih, melihat, mendengar, berkata-kata dan sebagainya. Tetapi sifat- sifat ini tidaklah sama. Tuhan adalah pencipta, sedangkan manusia adalah ciptaan-Nya. Pencipta dengan ciptaan-Nya tidak sama. Karena itu sifatsifat Tuhan yang ada pada manusia tentulah sesuai dengan kemanusiaannya. Dengan demikian Islam memandang manusia sangat mulia dengan sumber ajarannya yaitu al-Qur.an. Ia telah memotret manusia dalam bentuknya yang utuh dan menyeluruh.

2.   Potensi Dasar Manusia
Beberapa ahli filsafat pendidikan Islam telah mencoba mengklasifikasikan potensi manusia, diantaranya yaitu menurut KH. A. Azhar Basyir, bila manusia ditinjau dari substansinya, maka manusia terdiri dari potensi materi yang berasal dari bumi dan potensi ruh yang berasal dari Tuhan. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Syahminan Zaini yang menyatakan bahwa unsur pembentuk manusia terdiri dari tanah dan potensi rohani dari Allah. Muhaimin dan Abdul Mujib berpendapat bahwa pada hakekatnya manusia terdiri dari komponen jasad (jasmani) dan komponen jiwa (rohani), menurut mereka komponen jasmani berasal dari tanah dan komponen rohani ditiupkan oleh Allah. Demikian pula kesimpulan yang diambil Abuddin Nata berdasarkan pendapat para ahli filsafat pendidikan, bahwa secara umum manusia memiliki dua potensi, yaitu potensi jasmani dan potensi rohani.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, ternyata potensi manusia dapat diklasifikasikan kepada potensi jasmani dan potensi rohani. Berbeda dengan klasifikasi yang dikemukakan di atas, beberapa ahli filsafat pendidikan menguraikan potensi rohani manusia ke dalam beberapa bagian, sebagaimana pendapat Barmawie Umary yang menyatakan bahwa potensi rohani manusia itu terdiri dari empat unsur pokok, yaitu roh, qalb, nafs, dan akal. Pembagian Barmawie Umary ini sedikit berbeda dengan klasifikasi potensi rohani yang dikemukakan oleh Muhaimin dan Abdul Mujib. Menurut keduanya potensi rohani manusia itu dibagi tiga yaitu, potensi fitrah, qolb, dan akal.
Berikut akan menjelaskan satu persatu tentang klasifikasi potensi manusia tersebut yaitu:
a.   Potensi Jasmani
Secara jasmaniah (fisik), manusia adalah makhluk yang paling potensial untuk dikembangkan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia dianugerahi rupa dan bentuk fisik yang bagus serta memiliki kelengkapan anggota tubuh untuk membantu dan mempermudah aktivitasnya. Proses penciptaan manusia mulai nutfah (air mani), kemudian .alaqah (segumpal darah), mudghah (segumpal daging), .izam (tulang belakang) dan lahm yang membungkus .izam atau membentuk rangka yang menggambarkan bentuk manusia, merupakan kesempurnaan manusia secara fisik. Untuk mengetahui potensi jasmani, Abuddin Nata memperkenalkan kata kunci yang diambil dari al-Qur.an, yaitu al-basyar. Menurutnya, kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk. Basyar merupakan bentuk jamak dari akar kata basyarah yang artinya permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Oleh karena itu kata mubasyarah diartikan musalamah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan. Disamping itu kata mubasyarah diartikan sebagai al-liwath atau al-jima. yang artinya persetubuhan.35 Manusia dalam pengertian basyar adalah manusia yang seperti tampak pada lahiriahnya, mempunyai bangunan tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada di alam ini, dan oleh pertumbuhan usianya, kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan akhirnya ajalnya akan menjemputnya. Guru Besar Psikologi Islam UIN Jakarta, Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat memberikan penjelasan lebih rinci tentang aktifitas lahiriah manusia sebagai kebutuhan pertama atau disebut juga kebutuhan primer. Kebutuhan seperti makan, minum, seks dan sebagainya tidak dipelajari manusia, melainkan sudah menjadi fitrahnya sejak lahir. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akan hilanglah keseimbangan fisiknya. Dalam kebutuhan fisik jasmaniah ini, manusia tidak banyak berbeda dari makhluk hidup lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada cara memenuhi kebutuhan itu. Ketika keseimbangan fisiknya tidak terjaga, maka tubuh manusia akan sakit, sementara dalam ilmu kesehatan menjaga seluruh anggota tubuh agar berfungsi secara optimal memerlukan gizi, berbagai vitamin, udara dan kondisi lingkungan yang bersih. Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa potensi jasmani yang ada pada manusia merupakan segala daya manusia yang berhubungan dengan aktifitas fisiknya sekaligus kebutuhan lahiriahnya, karena manusia secara fisik akan tumbuh optimal bila semua anggota tubuh yang dikaruniakan oleh Allah swt berfungsi secara baik. Keterkaitan itu membawa implikasi bahwa setiap manusia harus mampu mengembangkan daya-daya yang berhubungan dengan eksistensi jasmaniahnya.
b.   Potensi Rohani
Manusia merupakan makhluk yang istimewa dibanding makhluk lainnya, karena disamping memiliki dimensi fisik yang sempurna, ia juga memiliki dimensi roh ini dengan segala potensinya. Jika potensi jasmani diketahui dari kata basyar, maka untuk mengetahui potensi ruhani dapat dilihat dari kata al-insan. Kata insan mempunyai tiga asal kata. Pertama, berasal dari kata anasa yang memiliki arti melihat, mengetahui dan minta izin. Yang kedua berasal dari kata nasiya yang berarti lupa. Yang ketiga berasal dari kata al-uns yang artinya jinak. Sedangkan Quraish Shihab menganalisis kata insan hanya terambil dari kata uns yang berarti jinak dan harmonis. Menurutnya, pendapat di atas, jika dipandang dari sudut pandang al-Qur.an lebih tepat dari yang mengatakan bahwa kata insan diambil dari kata nasiya (lupa) atau dari kata nasa-yanusu (berguncang). Kata insan juga digunakan al-Qur.an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, yaitu jiwa dan raga. Manusia sebagai makhluk psikis (al-insan) memiliki potensi seperti fitrah, qalb, nafs, dan akal. Karena potensi itulah manusia menjadi makhluk yang tinggi martabatnya. Dengan demikian potensi ruhani manusia terdiri dari beberapa unsur pokok, yaitu:
a.   Fitrah
Dari segi bahasa fitrah diambil dari kata al-fathr yang berarti belahan dan dari makna ini lahir makna-makna lainnya antara lain penciptaan atau kejadian. Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahirnya. Sedangkan Muhaimin dan Abdul Mujib memberikan penjelasan rinci tentang arti fitrah yaitu:
1)   Fitrah berarti suci (thur), yang berarti kesucian dalam jasmani dan rohani.
2)   Fitrah berarti mengakui keesaan Allah swt (tauhid).
3)   Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma.rifatullah.
4)   Fitrah berarti tabiat alami yang dimiliki manusia (human nature).
Dalam pemahaman potensi fitrah inilah al-Ghazali meneliti keistimewaan
potensi fitrah yang dimiliki manusia, sebagai berikut:
a)   Beriman kepada Allah
b)   Kemampuan dan kesediaan untuk menerima kebaikan dan keturunan atau dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.
c)   Dorongan ingin tahu untuk mencari hakekat kebenaran yang berwujud daya berfikir.
d)   Dorongan biologis berupa syahwat (sensual pleasure), ghadhab, dan tabiat (insting).
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa fitrah merupakan potensi dasar yang dimiliki manusia sejak ia dilahirkan berupa kecenderungan kepada tauhid serta kesucian jasmani dan rohaninya, dan dalam Islam diakui bahwa lingkungan berpengaruh dalam perkembangan fitrah menuju kesempurnaan dan kebenaran. Oleh karena itu, potensi yang dimiliki manusia harus dikembangkan dan dilestarikan.

b.   Roh
Roh merupakan kekuatan yang dapat membebaskan diri dari batas-batas materi. Kekuatan jasmani terikat dengan wujud materi dan inderanya, sedangkan kekuatan roh tak satupun materi yang dapat mengikatnya. Ia mempunyai hukum sesuai dengan penciptaan Allah padanya, yakni berhubungan dengan kelanggengan wujud azali. Oleh karena itu al-Kindi mengindentifikasi roh sebagai sesuatu yang tidak tersusun, simpel, dan sederhana tetapi mempunyai arti yang penting sempurna dan mulia. Substansinya berasal dari substansi Tuhan, hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Al-Ghazali membagi pengertian roh kepada dua, yaitu:
1)   Roh yang bersifat jasmani
Roh yang merupakan bagian dari jasmani manusia, yaitu zat yang amat halus bersumber dari ruangan hati (jantung) yang menjadi pusat semua urat (pembuluh darah), yang mampu menjadikan manusia hidup dan bergerak serta merasakan berbagai rasa. Roh dapat diumpamakan sebagai lampu yang mampu menerangi setiap sudut organ, inilah yang sering disebut sebagai nafs (jiwa).
2)   Roh yang bersifat rohani
Roh yang merupakan bagian dari rohani manusia mempunyai ciri halus dan ghaib, dengan roh ini manusia dapat mengenal Tuhannya, dan mampu mencapai ilmu yang bermacam-macam. Disamping itu roh ini dapat menyebabkan manusia  berprikemanusiaan, berakhlak yang baik dan berbeda dengan binatang. Dari uraian di atas, penulis berpendapat walaupun roh memiliki karakteristik yang halus, abstrak, rahasia dan ghaib, tetapi roh dapat diidentifikasi melalui sifatnya. Roh yang bersifat jasmani merupakan zat yang menentukan hidup dan matinya manusia, sementara roh yang bersifat rohani merupakan substansi manusia yang berasal dari substansi Tuhan, sehingga memiliki potensi untu berhubungan dengan tuhan atau mengenal Tuhannya.

c.   Qalb
Hati dalam bahasa Arabnya disebut qalb. Menurut ilmu biologi, qalb itu segumpal darah yang terletak di dalam rongga dada, agak ke sebelah kiri, warnanya agak kecoklatan dan berbentuk segitiga. Tetapi yang dimaksud di sini bukanlah hati yang berupa segumpal darah dan bersifat materi itu, melainkan hati yang bersifat immateri. Tentang hati yang bersifat immateri ini, al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengidentifikasikan qalb menjadi rahasia setiap manusia dan merupakan anugerah Allah yang paling mulia. Qalb mempunyai nama-nama lain yang disesuaikan dengan aktivitasnya, ia dapat dikatakan sebagai dhomir karena sifatnya yang tersembunyi, fuad karena sebagai tumpuan tanggung jawab manusia, kabid karena berbentuk benda, luthfu karena sebagai sumber perasaan halus, karena qalb suka berubah-ubah kehendaknya, serta sirr karena bertempat pada tempatnya yang rahasia dan sebagai muara bagi rahasia manusia. Dengan demikian, potensi yang dimiliki qalb tergantung kepada karakteristik qalb itu sendiri yang berubah-ubah, sehingga dalam penjelasan selanjutnya tentang potensi qalb ini, Dr. Ahmad Mubarak menguraikan kandungan qalb yang memperkuat potensi-potensi itu. Beliau menyebutkan berbagai kondisi qalb yang berubah-ubah, yaitu penyakit, perasaan takut, getaran, kedamaian,  keberanian, cinta dan kasih sayang, kebaikan, iman, kedengkian, kufur, kesesatan, penyesalan, panas hati, keraguan, kemunafikan, dan kesombongan.

d.   Nafs
Dalam konteks rohani manusia, yang dimaksud dengan nafs adalah kondisi kejiwaan setiap manusia yang memiliki potensi berupa kemampuan menggerakkan perbuatan yang baik maupun yang buruk.
Al-Ghazali membagi nafs kepada tiga tingkatan, yaitu:
1)  Nafs tingkatan utama, meliputi:
a)   Nafs Mardliyah, yaitu nafs yang cenderung melaksanakan petunjuk, guna memperoleh ridho illahi
b)   Nafs Rodliyah, yaitu nafs yang cenderung kepada sifat ikhlas tanpa pamrih atas aktivitas yang dilakukannya.
c)   Nafs Muthmainnah, yaitu nafs yang cenderung kepada keharmonisan dan ketenangan.
d)  Nafs Kamilah, yaitu nafs yang mengarah kepada pada tingkat kesempurnaan.
e)  Nafs Mulhamah, yaitu nafs yang memiliki keutamaan dalam bertindak dan menjauhi perbuatan dengki, rakus dan iri hati.
2)  Nafs Lawwamah, yaitu nafs yang mencerminkan sifat-sifat insaniyah.
3)  Nafs Amarah, yaitu nafs yang mencerminkan sifat-sifat hayawaniyah dan bahamiyah (kehewanan dan kebinatangan).

Dalam ensiklopedi Indonesia, ditampilkan pula ketujuh konsep sebagaimana pendapat Al-Ghazali di atas dengan menggunakan tiga kelompok. Kelompok pertama adalah nafs amarah yang memiliki ciri-ciri dorongan rendah yang bersifat jasmaniah seperti loba, tamak serta cenderung menyakiti hati orang lain. Kelompok kedua adalah nafs lawwamah yang memiliki ciri-ciri sudah menerima nilai-nilai kebaikan tetapi masih cenderung kepada dosa, walaupun akhirnya menyesalinya. Kelompok ketiga adalah nafs-nafs yang berciri baik dan luhur, yaitu: mardliyah, kamilah, mulhamah, muthmainnah, dan radliyah, yang cenderung kepada sifat-sifat keutamaan, kesempurnaan, kerelaan, penyerahan kepada tuhan dan mencapai ketenangan jiwa. Walaupun dalam Al-Qur.an hanya ada tiga macam nafs yang disebutkan jelas jenisnya, pertama nafs amarah (Q.S. Yusuf: 53), kedua nafs lawwamah (Q.S. al-Qiyamah: 2) dan nafs muthmainnah (Q.S. Al-Fajr: 27).
Dari uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa nafs adalah kondisi kejiwaan setiap menusia yang telah diilhamkan Allah kepadanya kebaikan dan keburukan, sehingga nafs memiliki potensi berupa kemampuan untuk menggerakkan perbuatan yang baik dan buruk. Potensi nafs tersebut ditentukan dari kualitas nafs itu sendiri, jika kualitas nafs itu baik, maka nafs memiliki potensi untuk menggerakkan perbuatan baik, sedangkan jika kualitas nafs itu buruk, maka nafs memiliki potensi untuk menggerakkan perbuatan buruk.

e.   Akal
Manusia dibedakan dengan makhluk lainnya karena manusia dikarunia akal dan kehendak-kehendak (iradah). Akal yang dimaksud adalah berupa potensi, bukan anatomi. Akal memungkinkan manusia untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, mengerjakan yang baik dan menghindari yang buruk. Dengan akal manusia dapat memahami, berpikir, belajar, merencanakan berbagai kegiatan besar, serta memecahkan berbagai masalah sehingga akal merupakan daya yang amat dahsyat yang dikaruniakan Allah kepada manusia.
Menurut Ahmad D. Marimba, akal bermanfaat dalam bidang-bidang berikut
ini:
1)  Pengumpulan ilmu pengetahuan
2)  Memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia
3)  Mencari jalan-jalan yang lebih efisien untuk memenuhi maksud tersebut.
Tetapi pada keadaan yang lain, sebaliknya akal dapat pula berpotensi untuk:
1)  Mencari jalan-jalan ke arah perbuatan yang sesat
2)  Mencari alasan untuk membenarkan perbuatan-perbuatan yang sesat itu
3)  Menghasilkan kecongkakan dalam diri manusia bahwa akal itu dapat mengetahui segala-galanya.
Demikianlah gambaran tentang potensi akal yang pada intinya adalah bahwa
Allah memberikan suatu karunia besar dan maha dahsyat bagi manusia, sebuah daya (kekuatan) yang dapat membawa manusia kepada kebaikan dan manfaat, sebaliknya juga dapat merusak dan membawa madharat. Potensi akal yang dimiliki manusia menjadikannya berbeda dengan makhluk lainnya di muka bumi ini.

3.   Sumber Daya Manusia Berkualitas Menurut Islam
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai penerima dan pelaksana ajaran sehingga ia ditempatkan pada kedudukan yang mulia. Untuk mempertahankan kedudukannya yang mulia dan bentuk pribadi yang bagus itu, Allah melengkapinya dengan akal dan perasaan yang memungkinkannya menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan membudayakan ilmu yang dimilikinya. Ini berarti bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia itu karena akal dan perasaan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang seluruhnya dikaitkan kepada pengabdian pada Pencipta. Potensi-potensi yang diberikan kepada manusia pada dasarnya merupakan petunjuk (hidayah) Allah yang diperuntukkan bagi manusia supaya ia dapat melakukan sikap hidup yang serasi dengan hakekat penciptaannya. Sejalan dengan upaya pembinaan seluruh potensi manusia, Muhammad Quthb berpendapat bahwa Islam melakukan pendidikan dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik dari segi jasmani maupun segi rohani, baik kehidupannya secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini. Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikannya sesuai dengan fitrahnya. Pendapat ini memberikan petunjuk dengan jelas bahwa dalam rangka mencapai pendidikan Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi secara serasi dan seimbang. Hasan Langgulung melihat potensi yang ada pada manusia sangat penting sebagai karunia yang diberikan Allah untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Suatu kedudukan yang istimewa di dalam alam semesta ini. Manusia tidak akan mampu menjalankan amanahnya sebagai seorang khalifah, tidak akan mampu mengemban tanggung jawabnya jikalau ia tidak dilengkapi dengan potensipotensi tersebut dan mengembangkannya sebagai sebuah kekuatan dan nilai lebih manusia dibandingkan makhluk lainnya. Artinya, jika kualitas SDM manusianya berkualitas maka ia dapat mempertanggungjawabkan amanahnya sebagai seorang khalifah dengan baik. Kualitas SDM ini tentu saja tak hanya cukup dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), tetapi juga pengembangan nilainilai rohani-spiritual, yaitu berupa iman dan taqwa (imtaq). Dari penjabaran di atas dapat dimengerti bahwa pengembangan SDM sangat penting, tak hanya dari sudut ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, tak kalah pentingnya adalah dimensi spiritual dalam pengembangan SDM. Kualitas SDM tidak akan sempurna tanpa ketangguhan mental-spiritual keagamaan. Sumber daya manusia yang mempunyai dan memegang nilai-nilai agama akan lebih tangguh secara rohaniah. Dengan demikian akan lebih mempunyai tanggung jawab spiritual terhadap ilmu pengetahuan serta teknologi. Sumber daya manusia yang tidak disertai dengan kesetiaan kepada nilai-nilai keagamaan, hanya akan membawa manusia ke arah pengejaran kenikmatan duniawi atau hedonisme belaka. Dan jika semangat hedonisme sudah menguasai manusia, bisa diramalkan yang terjadi adalah eksploitasi alam sebesar-besarnya tanpa rasa tanggung jawab dan bahkan penindasan manusia terhadap manusia lain. Kesimpulan lengkap yang berkait dengan acuan bagi pengembangan SDM berdasarkan konsep Islam, menjadi .membentuk manusia yang berakhlak mulia, yang senantiasa menyembah Allah yang menebarkan rahmat bagi alam semesta dan bertaqwa kepada Allah.. Inilah yang menjadi arah tujuan pengembangan SDM menurut konsep Islam.


IV.   KESIMPULAN

1. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi Kesempurnaan demikian dimaksudkan agar manusia menjadi individu yang dapat mengembangkan diri dan menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan yang mengandung tiga unsur yaitu:
a.   Manusia adalah ciptaan Allah swt. (Q.S. an-Nahl {16}: 4)
b.   Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab kepada Allah swt.
c.   Manusia diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan.

2.   Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa di antara makhluk lainnya. Kemampuan demikian dimaksudkan agar manusia menjadi individu yang dapat mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya. Secara umum potensi manusia diklasifikasikan kepada potensi jasmani dan potensi rohani. Hasan Langgulung melihat potensi yang ada pada manusia tersebut sangat penting sebagai karunia yang diberikan Allah untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi, inilah tujuan utama atau akhir (ultimate aim) pendidikan Islam.

3.   Potensi-potensi yang diberikan kepada manusia pada dasarnya merupakan petunjuk (hidayah) Allah yang diperuntukkan bagi manusia supaya ia dapat melakukan sikap hidup yang serasi dengan hakekat penciptaannya. Pengembangan SDM berdasarkan konsep Islam, ialah membentuk manusia yang berakhlak mulia, senantiasa menyembah Allah yang menebarkan rahmat bagi alam semesta dan bertaqwa kepada Allah. Inilah yang menjadi arah tujuan pengembangan SDM menurut konsep Islam.





V.                DAFTAR PUSTAKA


Barmawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1989)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999)

Departemen Agama RI, Al-Qur.an dan Tafsirnya, Jilid I, 1983/1984,

Mastuhu, Menuju Sistem Pendidikan yang Lebih Baik Menyongsong Era Baru Pasca Orba,(Makalah: disampaikan pada Diskusi Panel HMJ-KI IAIN Jakarta, 13/12/98)

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan KerangkaDasar Operasionalisasinya, (Bandung: Tri Genda Karya, 1993)

Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya,2000)


Syahminan Zaini, Penyakit Rohani Pengobatannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 1996)

Yusuf Suit, Sikap Mental dalam Manajemen SDM, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar