Berita Terkini

Kamis, 22 Desember 2011

KOMUNIKASI SEL

Komunikasi Sel

Organisme haruslah mampu berkomunikasi. Umumnya komunikasi dilakukan untuk memediasi perkawinan atau ‘mating’. Dengan perkembangan organisme multiseluler, kelompok sel yang berbeda memiliki fungsi yang berbeda dan menjadi penting bagi sel untuk mengkomunikasikan banyak aspek hidupnya. Beberapa kelompok sel juga berperan dalam memgontrol tingkah laku kelompok sel lain.
Terdapat tiga tipe intercellular signaling :
  • Parakrin – Sel mengsekresikan substansi yang mempengaruhi sel lain di sekitarnya
  • Sinaptik – Pensinyalan pada sel saraf dimana sel saraf melepaskan molekul neurotransmitter ke sinapsis
  • Endokrin/Hormonal – Sel di satu bagian tubuh mengirimkan hormon melalui aliran darah untuk mempengaruhi bagian lain
Melihat pembagian tipe diatas, jelas bahwa tipe signaling interseluler didefinisikan juga berdasarkan jarak antara sel yang sel yang menghasilkan dengan sel target.
Signaling interseluler juga dapat diklasifikasikan berdasarkan cara molekul pada sel penghasil sinyal mempengaruhi sel target. Hal ini disebut ‘modes of intercellular communication’ yang dapat dibedakan menjadi:
  • Komunikasi melalui molekul yang dapat berdifusi
  • Komunikasi melalui kontinuitas seluler
  • Komunikasi melalui kontak sel
  • Komunikasi melalui matriks ekstraseluler
Molekul yang dapat berdifusi: Reseptor permukaan
  • Molekul yang larut dalam air (tidak dapat berdifusi melalui lipid bilayer)
  • Contoh : hormon peptida & growth factors; neurotransmitters
  • Mengatur fisiologi sel dalam jangka pendek, mengatur aktivitas gendalam jangka panjang
  • Mengarah pada intracellular signaling dengan melibatkan ion kalsium, cAMP, fosforilasi protein, dll.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/1-300x140.jpg
Molekul yang dapat berdifusi: Reseptor intraseluler
  • Molekul yang larut dalam lipid yang dapat berdifusi melewati lipid bilayer
  • Misalnya hormone sex: estrogen & progesteron; pheromon
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/2-300x123.jpg
Kontinuitas Seluler
1. Yang tidak terspesialisasi:
-plasmodesmata pada tumbuhan dan koneksi antara sel yang membelah pada perkembangan embrio awal;
-dapat sangat besar pada tanaman sehingga sering organel sel dapat lewat dari sel yang satu ke sel lainnya.
2. Yang terspesialisasi:
-merupakan Gap Junctions yang mengijinkan terjadinya coupling elektrik atau fisiologis sel melalui difusi interseluler molekul-molekul kecil (seperti ion, cAMP, cGMP, dll.)
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/3-300x145.jpg
Komunikasi dimediasi oleh adanya kontak
• Adhesi sel menyebabkan terjadinya respon seluler
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/4-300x141.jpg
Dimediasi ECM (ekstraseluler matriks)
Matrik ekstraseluler berpengaruh terhadap cara sel menjalani kehidupannya dan bagaimana sel berkomunikasi dengan sel lainnya.
  • Matriks ekstraseluler terdapat di antara semua sel dan jaringan
  • Merupakan network proteins & karbohidrat
  • Terspesialisasi sebagai lamina basal, membrane basal
  • Mengatur komunikasi interseluler
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/5-300x242.jpg
Transduksi sinyal melalui reseptor permukaan
Ketika sebuah ligan yang tidak permeable terhadap membrane (misal hormone peptida) berikatan dengan reseptor, maka akan mengaktifkan reseptor tersebut. Aktivasi ini biasanya melibatkan perubahan formasi protein. Perubahan ini memiliki implikasi yang berbeda tergantung pada ligan dan reseptor. Misalnya dapat menyebabkan reseptor/ligan berikatan dengan protein lain (misalnya enzim) menyebabkan kompleks reseptor teraktivasi. Kompleks reseptor yang teraktivasi selanjutnya mengaktifkan efektor (enzim) yang mengakibatkan perubahan fisiologi sel. Atau dapat langsung mengakibatkan aktivasi faktor transkripsi yang mengatur aktivitas gen.

Tipe reseptor permukaan
Terdapat beberapa tipe reseptor permukaan yaitu:
  • Reseptor yang berhubungan dengan ion channel
  • Resptor yang berkaitan dengan G-Protein
  • Reseptor yang berhubungan dengan tirosin kinase

Reseptor yang berhubungan dengan ion channel
Pada tipe ini reseptor adalah sebuah ion channel. Ligan berikatan pada reseptor dan membuka channel. Akibatnya ion mengalir ke dalam sel, berikatan dengan berbagai protein dan mengaktifkan berbagai protein.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/6-300x169.jpg
G-Protein Coupled Receptor (GPCR)
Reseptor ini juga disebut G-Protein Linked Receptor (GPLR). Pada tipe ini reseptor menggunakan G protein sebagai intermediet. Ligan berikatan dengan reseptor membentuk Ligand/Receptor complex binds G protein. G protein diaktifkan dan berikatan dengan efektor (dapat berupa enzim). Selanjutnya enzim menjadi aktif.

http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/7-300x128.jpg

G Proteins dan Siklus G protein
G protein berada pada membrane sel dan memediasi fungsi G protein linked receptors (GPCRs). G protein merupakan heterotrimeric karena terdiri dari tiga subunit yang berbeda. Subunit-subunit tersebut adalah α, β, γ. Subunit α merupakan komponen enzimatik. Subunit ini mengikat GTP dan menghidrolisisnya menjadi GDP. Subunit β dan γ tetap berikatan satu sama lain dan berasosiasi dengan subunit α saat berikatan dengan GDP.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/8-300x186.jpg
Tipe G protein linked receptors ini berupa protein membrane yang bekerjasama dengan protein G dan protein lainnya, biasanya sebuah enzim (atau disebut juga efektor). Jika tidak ada molekul sinyal ekstraseluler spesifik untuk reseptor, protein berada dalam keadaan tidak aktif. Protein G inaktif memiliki satu molekul GDP yang terikat padanya. Jika molekul sinyal terikat pada reseptor, reseptor akan berubah bentuk sehingga reseptor ini mengikat dan mengaktifkan G protein. Satu molekul GTP menggantikan GDP pada protein G. Protein G aktif mengikat dan mengaktifkan enzim dan memicu langkah selanjutnya dalam jalur dan menghasilkan respon sel. Protein G kemudian mengkatalis hidrolisis GTP dan melepaskannya dari enzim, sehingga siap digunakan kembali.
Reseptor tirosin kinase
Reseptor untuk faktor pertumbuhan sering berupa reseptor tirosin kinase yaitu salah satu kelas reseptor membrane plasma yang dicirikan dengan adanya aktivitas enzimatik. Bagian dari protein reseptor pada sisi sitoplasmik membrane berfungsi sebagai enzim yang disebut tirosin kinase yang mengkatalisis transfer gugus fosfat dari ATP ke asam amino tirosin pada protein substrat. Reseptor tirosin kinase merupakan reseptor membrane yang melekatkan fosfat ke protein tirosin.
Sebelum molekul sinyal terikat, reseptor merupakan polipeptida tunggal. Pengikatan molekul sinyal pada reseptor tidak mengakibatkan perubahan konformasi untuk mengaktifkan sisi sitoplasmik secara langsung. Aktivasi terjadi karena pengikatan ligan menyebabkan dua polipeptida mengumpul membentuk dimer. Pengumpulan ini mengaktifkan tirosin kinase dari kedua polipeptida yang kemudian memfosforilasi tirosin pada ekor polipeptida lainnya
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/9-300x198.jpg
Pustaka:
Campbell, N.A., reece, J. B., Mitchell, L. G. 2000. Biologi. Editor Safitri, A., Simarmata, L., hardadi, H.W. Diterjemahkan oleh Penerbit Erlangga, Jakarta.
O’Day, D. 2006. Advance Cell Biology. University of Toronto, Mississauga.

Interaksi Sel dan Lingkungannya

Interaksi Sel dan Lingkungannya


Interaksi antar sel dimaksudkan untuk perkembangbiakan sel dan juga supaya sel dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Interaksi sel dan lingkungannya mencakup hubungan antar sel, hubungan antar sel dan matriks ekstraseluler, dan komunikasi antar sel.

 

1.     Hubungan antar sel

Cell junctions
Cell junctions merupakan situs hubungan yang menghubungkan banyak sel dalam jaringan dengan sel lainnya dan dengan matriks ekstraseluler. Cell junctions merupakan suatu struktur dalam jaringan organisme multiseluler. Cell junctions dapat diklasifikasikan ke dalam 3 grup fungsional yaitu occluding junctions (menempelkan sel bersama-sama dalam epitel dengan cara mencegah molekul-molekul kecil dari kebocoran satu sisi sel ke sel lainnya), anchoring junctions (melekatkan sel-sel (dan sitoskeleton) ke sel tetangga atau ke matriks ekstraseluler), dan communicating junctions (memerantarai jalan lintasan sinyal-sinyal kimiawi atau elektrik dari satu sel yang sedang berinteraksi ke sel lainnya).
Klasifikasi fungsional cell junctions:
A.    Occluding junctions
1.  Tight junctions (hanya vertebrata)
2.  Septate junctions (invertebrata)
B.     Anchoring junctions
C.     Situs-situs pelekatan filamen aktin
  1. Cell-cell junctions (adherens junctions)
  2. Cell-matrix junctions (focal adhesions)
D.    Situs-situs pelekatan intermediate filament
  1. Cell-cell junctions (desmosom)
  2. Cell-matrix junctions (hemidesmosom)
E.     Communicating junctions
  1. Gap junctions
  2. Chemical synapses
  3. Plasmodesmata (hanya tumbuhan)



A.     Occluding junctions
Fungsi occluding junctions adalah menghubungkan sel epitel yang satu dengan sel epitel yang lain, membagi sel atas 2 domain yaitu domain apikal dan basolateral, mencegah protein membran di domain apikal bergerak ke domain basolateral, dan menyegel ruang antar 2 sel serta mencegah lalu lintas molekul di ruang antar sel.
1.      Tight junctions
Tight junctions merupakan occluding junctions yang penting dalam mempertahankan perbedaan konsentrasi molekul-molekul hidrofilik kecil diseberang lembaran-lembaran sel epitel. Protein transmembran utama pada tight junctions adalah claudin yang penting untuk pembentukan tight junctions dan fungsinya berbeda dalam tight junctions yang berbeda. Protein transmembran utama yang kedua pada tight junctions adalah occludin, fungsinya tidak jelas. Claudin dan occludin berikatan dengan protein membran periferal intraseluler yang disebut protein ZO. Claudin, occludin, dan protein ZO ditemukan dapat berikatan dengan tight junctions.
2.      Septate junctions
Septate junctions merupakan occluding junctions yang utama pada invertebrata. Morfologinya berbeda dengan tight junctions. Protein yang disebut Discs-large, yang dibutuhkan untuk pembentukan septate junctions pada Drosophila, secara struktur berhubungan dengan protein ZO yang ditemukan dalam tight junctions vertebrata.
B.     Anchoring junctions
Anchoring junctions menghubungkan sitoskeleton suatu sel ke sitoskeleton sel tetangganya atau ke matriks ekstraseluler. Anchoring junctions tersebar luas dalam jaringan-jaringan hewan dan paling melimpah dalam sel-sel jantung, otot, dan epidermis. Fungsi anchoring junctions adalah menghubungkan sel dengan sel, menghubungkan sitoskeleton 2 sel yang berdampingan, menyatukan sel dalam satu kesatuan kokoh, dan menghubungkan sel dengan matriks ekstraseluler.
Protein penyusun anchoring junctions adalah intracellular anchor proteins dan transmembrane adhesion proteins.
Anchoring junctions terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda secara fungsional yaitu adherens junctions dan desmosom (memegang sel bersama-sama dan dibentuk oleh transmembrane adhesion proteins yang termasuk dalam famili cadherin), focal adhesions dan hemidesmosom (mengikat sel-sel pada matriks ekstraseluler dan dibentuk oleh transmembrane adhesion proteins pada famili integrin).
C.     Communicating junctions
Gap junctions merupakan celah sempit diantara membran 2 sel atau dinding sel (sekitar 2-4 nm) yang dihubungkan oleh channel protein. Gap junctions disusun oleh connexon (12 satuan protein), connexon tersusun atas 6 subunit connexin transmembran.
Komunikasi gap junctions juga dapat diregulasi oleh sinyal-sinyal ekstraseluler. Contohnya adalah neurotransmitter dopamine yang mengurangi komunikasi gap junctions diantara kelas neuron dalam retina sebagai jawaban atas peningkatan dalam intensitas cahaya.
Fungsi gap junctions adalah membolehkan jalan lintasan ion-ion dan molekul-molekul kecil yang dapat larut dalam air.
D.    Desmosom
Desmosom menghubungkan intermediate filaments dari sel ke sel. Desmosom biasanya ada di epitel (misalnya kulit). Desmosom juga ditemukan dalam jaringan otot dimana mereka mengikat sel-sel otot ke sel yang lainnya.
Protein pelekatan sel pada desmosom, desmoglein dan desmokolin, merupakan anggota famili cadherin pada molekul-molekul pelekatan sel yang merupakan protein transmembran yang menjembatani ruang antara sel-sel epitel yang berdekatan dengan cara pengikatan homofilik pada domain ekstraseluler ke cadherin desmosom lainnya pada sel yang berdekatan. Kedua protein tersebut memiliki 5 domain ekstraseluler dan memiliki domain pengikatan kalsium.
Penyakit-penyakit blistering (melepuh) seperti Pemphigus vulgaris dapat berkenaan dengan cacat genetik dalam protein desmosom atau berkenaan dengan respon autoimun.
 

E.     Plasmodesmata
Plasmodesmata merupakan hanya junction interseluler dalam tumbuhan. Suatu sel tumbuhan mungkin memiliki antara 103 dan 105 plasmodesmata yang menghubungkannya dengan sel-sel yang berdekatan. Di tumbuhan, plasmodesmata melakukan banyak fungsi yang sama seperti gap junctions. Plasmodesmata berfungsi menghubungkan sel yang satu dengan sel lainnya melalui retikulum endoplasma dengan celah yang disebut desmotubul; memberikan suatu rute yang mudah untuk pergerakan ion-ion, molekul-molekul kecil seperti gula dan asam amino, dan makromolekul seperti RNA antar sel.

2.   Hubungan antara sel dan matriks ekstraseluler

Matriks ekstraseluler merupakan komponen paling besar pada kulit normal dan memberikan sifat yang unik pada kulit dari elastisitas, daya rentang dan pemadatannya. Matriks ekstraseluler merupakan komponen paling besar pada lapisan kulit dermis. Matriks ekstraseluler dapat mempengaruhi bentuk sel, kelangsungan hidup sel, perkembangbiakan sel, polaritas dan kelakuan sel. Sebagian besar sel perlu melekat ke matriks ekstraseluler untuk tumbuh dan berkembangbiak.
2 kelas utama makromolekul yang menyusun matriks ekstraseluler: Rantai-rantai polisakarida pada kelas yang disebut glikosaminoglikans (GAGs), yang biasanya ditemukan terhubung secara kovalen dengan protein dalam bentuk proteoglikan dan Fibrous proteins, yang meliputi kolagen, elastin, fibronektin, dan laminin, yang memiliki fungsi struktural dan adhesif.

a. Glikosaminoglikans (GAGs)
GAGs merupakan rantai-rantai polisakarida tidak bercabang yang tersusun atas unit-unit disakarida berulang dan merupakan grup heterogenus pada rantai-rantai polisakarida yang bermuatan negatif yang terhubung secara kovalen dengan protein untuk membentuk molekul proteoglikan. Disebut GAGs karena satu dari 2 gula pada disakarida yang berulang selalu merupakan gula amino (N-acetylglucosamine/N-acetylgalactosamine). Gula kedua biasanya asam uronat (glukuronat atau iduronat). GAGs sangat bermuatan negatif karena ada grup sulfat atau karboksil pada sebagian besar gulanya.
4 grup utama GAGs dibedakan berdasarkan gulanya, tipe hubungan diantara gula, dan jumlah serta lokasi grup sulfat: (1) hyaluronan, (2) chondroitin sulfat dan dermatan sulfat, (3) heparan sulfat, dan (4) keratan sulfat. Contoh GAGs: hyaluronan dan proteoglikan.
Hyaluronan merupakan GAGs yang paling sederhana. Hyaluronan tidak mengandung gula yang bersulfat, semua unit disakaridanya sama, panjang rantainya sangat besar (ribuan monomer gula), dan umumnya tidak terhubung secara kovalen dengan beberapa protein inti. Proteoglikan tersusun atas rantai-rantai GAG yang terhubung secara kovalen dengan protein inti. Proteoglikan dianggap memiliki sebuah peranan utama dalam pemberian isyarat kimiawi diantara sel.
b. Kolagen
Kolagen merupakan protein utama pada matriks ekstraseluler dan merupakan sebuah famili fibrous protein yang ditemukan dalam semua hewan multiseluler.
Tipe utama kolagen yang ditemukan pada jaringan penghubung adalah tipe I, II, III, V, dan XI. Rantai polipeptida kolagen disintesis pada ribosom yang terikat membran dan dimasukkan ke dalam lumen retikulum endoplasma sebagai prekursor besar, yang disebut rantai pro-α. Setiap rantai pro-α lalu bergabung dengan dua yang lainnya untuk membentuk molekul heliks yang terikat hidrogen dan triple-stranded yang dikenal sebagai prokolagen. Setelah sekresi, molekul prokolagen fibrillar dipotong menjadi molekul kolagen, yang berkumpul menjadi fibril.Dalam pemanfaatannya, kolagen digunakan untuk bahan kosmetik agar kulit menjadi kencang karena sifatnya yang lentur.

c. Fibronektin
Fibronektin merupakan protein ekstraseluler yang membantu sel melekat dengan matriks dan merupakan glikoprotein besar yang ditemukan dalam semua vertebrata. Fibronektin adalah dimer yang tersusun atas 2 subunit yang sangat besar yang terhubung dengan ikatan disulfida pada satu ujungnya. Tipe utamanya disebut ulangan fibronektin tipe III, berikatan dengan integrin. Tipe ini memiliki panjang sekitar 90 asam amino.
Fibronektin muncul dalam bentuk yang dapat larut dan fibrillar. Ada banyak isoform fibronektin yaitu fibronektin plasma dan fibril fibronektin. Pentingnya fibronektin pada perkembangan hewan ditunjukkan dengan eksperimen inaktivasi gen.
Fibronektin tidak hanya penting untuk pelekatan sel ke matriks tapi juga untuk menuntun migrasi sel dalam embrio vertebrata. Fibronektin memiliki banyak fungsi, yang membolehkannya berinteraksi dengan banyak zat ekstraseluler, seperti kolagen, fibrin dan heparin, dan dengan reseptor membran yang spesifik pada sel-sel yang responsif.

 

3.      Komunikasi antar sel

a.  Prinsip umum komunikasi sel
Molekul sinyal ekstraseluler berikatan dengan reseptor yang spesifik. Sebagai contoh, budding pada khamir Saccharomyces cerevisiae. Sel-sel khamir berkomunikasi dengan sel lainnya untuk perkawinan dengan mensekresikan beberapa macam peptida kecil. Molekul sinyal ekstraseluler dapat bertindak pada jarak yang dekat ataupun jauh.
Ada 4 tipe sinyal yaitu paracrine signaling, synaptic signaling, endocrine signaling, dan autocrine signaling.
  • Paracrine signaling; bergantung pada sinyal-sinyal yang dikeluarkan ke dalam ruang ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya suatu proses secara lokal atas sel-sel tetangga. Pada tipe sinyal ini, molekul-molekul sinyal disekresikan, molekul sinyal yang disekresikan mungkin dibawa jauh untuk bertindak berdasarkan target yang jauh, atau mungkin bertindak sebagai perantara lokal yang hanya mempengaruhi sel-sel dalam lingkungan yang dekat dari pemberian isyarat sel.
  • Synaptic signaling; dilakukan dengan neuron yang meneruskan sinyal-sinyal secara elektrik sepanjang akson dan melepaskan neurotransmiter di sinapsis, yang seringkali berlokasi jauh sekali dari sel. Sel saraf (neuron) dimana khususnya menyampaikan proses-proses panjang (akson) memungkinkan sel saraf untuk kontak dengan sel target yang letaknya jauh sekali. Ketika diaktivasi oleh sinyal-sinyal dari lingkungan atau dari sel-sel saraf lainnya, neuron mengirimkan impuls elektrik secara cepat di sepanjang akson; ketika impuls mencapai ujung akson, hal ini menyebabkan ujung saraf mensekresikan sinyal kimiawi yang disebut neurotransmiter. Sinyal ini disekresikan ke cell junctions khusus yang disebut chemical synapses. Synaptic signaling lebih tepat daripada endocrine signaling dalam hal waktu dan tempat.
  • Endocrine signaling; bergantung pada sel-sel endokrin, yang memsekresikan hormon ke aliran darah yang lalu didistribusikan secara luas di sepanjang tubuh. Sel-sel endokrin mensekresikan molekul-molekul sinyal yang disebut hormon ke aliran darah yang membawa sinyal ke sel target yang didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh.
  • Autocrine signaling; tipe ini dapat mengkoordinasi keputusan dengan grup-grup sel serupa. Pada autocrine signaling, sel mensekresikan molekul sinyal yang dapat berikatan kembali dengan reseptornya sendiri. Autocrine signaling merupakan tipe paling efektif ketika dilakukan secara serempak dengan sel-sel tetangga yang tipenya sama. Autocrine signaling dianggap menjadi suatu mekanisme yang mungkin mendasari "efek komunitas" yang diamati pada perkembangan awal, selama grup sel-sel serupa dapat menanggapi sinyal yang menginduksi diferensiasi tapi tidak dapat pada sel tunggal bertipe sama yang terisolir. Sel kanker seringkali menggunakan autocrine signaling untuk mengatasi kontrol normal pada perkembangbiakan dan kelangsungan hidup sel.
Gap junctions membolehkan informasi sinyal untuk dibagi dengan sel-sel tetangga. Saluran-saluran gap junctions membolehkan pertukaran molekul-molekul sinyal intraseluler kecil (perantara intraseluler), seperti Ca2+ dan cyclic AMP, tetapi bukan makromolekul, seperti protein atau asam nukleat. Sel-sel yang terhubung dengan gap junctions dapat berkomunikasi dengan sel lainnya secara langsung.
Ada 2 tipe reseptor yaitu reseptor intraseluler dan reseptor permukaan sel. Reseptor intraseluler ada yang lambat (mengubah ekspresi gen) dan cepat (mengubah fungsi protein). Contoh reseptor intraseluler yang cepat adalah sinyal gas nitrat oksida yang berikatan secara langsung dengan enzim dibagian dalam sel target.
3 kelas terbesar pada protein reseptor permukaan sel adalah ion-channel-linked, G-protein-linked, dan enzyme-linked receptors.
  • Ion-channel-linked receptors juga dikenal sebagai transmitter-gated ion channels atau ionotropic receptors. Membuka atau menutup secara singkat sebagai jawaban atas pengikatan suatu neurotransmiter.
  • G-protein-linked receptors: memerantarai respon terhadap berbagai macam molekul sinyal,meliputi hormon, neurotransmiter, dan perantara lokal. Semua G-protein-linked receptors termasuk famili besar homolog, 7-pass transmembrane proteins. Protein reseptor ini dapat mengaktivasi atau inaktivasi enzim yang terikat pada membran plasma atau ion channel melewati protein G secara tidak langsung.
  • Enzyme-linked receptors memiliki 6 subfamili yaitu receptor tyrosine kinase, tyrosine-kinase associated-receptors, receptorlike tyrosine phosphatases, receptor serine/threonine kinases,receptor guanylyl cyclases, dan histidine-kinase-associated receptors. Protein reseptor ini merupakan protein transmembran dengan domain pengikatan ligan pada permukaan luar membran plasma. Contoh: kemotaksis bakteri yang diperantarai oleh histidine-kinase-associated chemotaxis receptors.
3 tahap proses cell signaling yaitu:
  • Reception; agak mirip dengan pengenalan enzim dengan substratnya (kompleks enzim-substrat), sama dengan hipotesis kunci dan gembok dari pengenalan enzim dan substrat. Molekul ligan (biasanya larut dalam air) dikenal oleh hanya 1 protein reseptor yang berikatan dengan membran sel.
  • Transduksi; menimbulkan perubahan konformasi pada reseptor. Perubahan konformasi ini menyebabkan reseptor berinteraksi dengan molekul intraseluler lainnya. Transduksi mungkin menyebabkan banyak perubahan konformasi/struktural pada protein seluler lainnya. Enzim yang tidak aktif menjadi aktif;
  • Respon; biasanya aktivitas seluler, sebagai katalisis enzim atau penyusunan kembali sitoskeleton atau aktivitas gen yang spesifik.


b.  Signaling pada tumbuhan
Reseptor serine/threonin kinase berfungsi sebagai reseptor permukaan sel tumbuhan. Perbedaan dengan sel hewan adalah kebanyakan reseptor permukaan sel hewan adalah G-protein-linked receptors, sedangkan kebanyakan di tumbuhan adalah enzyme-linked receptors. Kelas terbesar enzyme-linked receptors di hewan adalah reseptor tirosin kinase. Tipe yang paling melimpah pada reseptor tumbuhan ini adalah Leucine-rich repeats (LRR) proteins. LRR reseptor kinase berbeda disebut BRI1 bertindak sebagai reseptor hormon steroid permukaan sel pada Arabidopsis.
Tumbuhan dan hewan menggunakan protein yang merangsang cahaya untuk merasa cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Di tumbuhan, biasanya dikenal sebagai fotoreseptor. Hewan menggunakan beberapa famili fetoprotein sama yang digunakan oleh tumbuhan. Fotoprotein hewan yang paling luas dipelajari adalah rhodopsin yang terikat membran, G-protein-linked receptors yang meregulasi ion channel pada sel-sel retina yang sensitif terhadap cahaya. Fotoprotein tumbuhan yang paling dikenal adalah fitokrom yang ada di semua tumbuhan dan beberapa algae. Walaupun fitokrom memiliki aktivitas serine/threonin kinase, sebagian strukturnya menyerupai hisridin kinase yang terlibat dalam kemotaksis bakteri. Fitokrom dapat mendeteksi cahaya merah. Tumbuhan merasa cahaya biru dengan menggunakan 2 tipe fetoprotein yaitu fototropin dan kriptokrom. Fototropin berhubungan dengan membran plasma dan sebagian bertanggung jawab untuk fototropisme. Kriptokrom merupakan flavoprotein yang sensitif terhadap cahaya biru. Secara struktur, kriptokrom berkaitan dengan enzim yang sensitif terhadap cahaya biru yang disebut fotoliase, yang terlibat dalam perbaikan kerusakan DNA yang diinduksi ultraviolet pada semua organisme, kecuali sebagian besar mamalia. Tidak seperti fitokrom, kriptokrom juga ditemukan di hewan dan tidak memiliki aktivitas perbaikan DNA, tetapi kriptokrom dianggap berkembang dari fotoliase.
Pustaka:

1.      Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Ed ke-4.
2.      Bickenbach J. 2006. Principles in molecular and cell biology.
3.      Biology kenyon. 2008. Plasmodesmata.
4.      Biology ultranet. 1999. Junctions between cells.
5.      Miami.edu. 2008. How do cells communicate.
6.      Schultz GS, Ladwig G, Wysocki A. 2005. Extracellular matrix: review of its roles in acute and chronic wounds.