Berita Terkini

Kamis, 29 Desember 2011

POLITIK DAN LINGKUNGAN

POLITIK DAN LINGKUNGAN
Oleh ; Suwanto

A.          PENDAHULUAN

Setiap mahluk hidup yang mendiami suatu ekosistem tertentu mempunyai hubungan erat dengan ekosistem tersebut. Hubungan itu berupa interaksi timbal balik antara sesama mahluk hidup dan antara mereka dengan alam tempat mereka hidup. Tingkat derajad pengaruh yang terjadi akibat interaksi antar sesama mahluk hidup maupun antara mahluk hidup dengan lingkungan alamnya senantiasa berada dalam suatu keseimbangan, meskipun kadang-kadang muncul salah satu unsur sebagai faktor determinan. Misalnya pada suatu ekosistem tertentu terdapat hanya jenis-jenis mahluk tertentu saja karena jenis-jenis mahluk hidup inilah yang dapat beradaptasi untuk dapat hidup dan mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya di ekosistem tersebut. Dengan kata lain unsur alam merupakan faktor determinan terhadap jenis-jenis mahluk hidup di dalamnya.

B.           MANUSIA SALAH SATU KOMPONEN EKOSISTEM

Manusia sebagai salah satu jenis mahluk hidup, juga mempunyai hubungan yang erat, baik antara dia dengan sesama mahluk hidup lainnya maupun dengan lingkungan alam di mana ia hidup, bahkan berbeda dengan jenis-jenis mahluk hidup lainnya ia mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi terhadap lingkungan manapun. Ia mampu untuk beradaptasi di lingkungan ekosistem yang berbeda-beda (di daerah tropis, sub-tropis, kutub, daerah berawa, pengunungan tinggi, pulau/pantai).
Bentuk-bentuk hubungan apa yang terjalin antara manusia dengan mahluk-mahluk hidup lainnya dan antara manusia dengan lingkungan alamnya dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan apa yang terwujud sebagai hasil dari proses interaksi tersebut amat bervariasi dari satu ekosistem dengan ekosistem lainnya.
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang awam akan arti pentingnya sebuah lingkungan, maka di dalam pandangannya, lingkungan hanyalah objek sederhana yang sekedar terkait dengan tumbuhan dan hewan. Padahal sesungguhnya, ruang lingkup lingkungan sangatlah jauh lebih luas daripada hal tersebut, yaitu menyangkut entitas menyeluruh dimana semua makhluk hidup berada. Dalam konteks pembangunan negara dan pemberdayaan masyarakat, segala aktivitas dan kegiatannya tidak dapat mengenyampingkan eksistensi lingkungan pada titik dan batas tertentu. Oleh karenanya, pembangunan dan pemberdayaan yang tidak memberikan perhatian serius terhadap lingkungan, sebaliknya justru akan menghasilkan anti-pembangunan dan anti-pemberdayaan, bahkan lebih negatifnya lagi dapat pula berakibat pada penderitaan hebat bagi umat manusia, serta meningkatnya angka kemiskinan dan penindasan terhadap hak asasi manusia.
Menurut Mattias Finger,[1] krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti sekarang ini setidaknya disebabkan oleh pelbagai hal, yaitu kebijakan yang salah dan gagal; teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak; rendahnya komitmen politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan; tindakan dan tingkah laku menyimpang dari aktor-aktor negara yang ‘tersesat’, merebaknya pola kebudayaan seperti konsumerisme dan individualisme; serta individu-individu yang tidak terbimbing dengan baik. Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya menurut Finger jalan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang lebih baik; teknologi baru dan berbeda; penguatan komitmen politik dan publik; menciptakan gagasan dan ideologi baru yang pro-lingkungan (green thinking); penanganan terhadap aktor-aktor ‘sesat’; serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan kesadaran tiap-tiap individu.
C.          KEBIJAKAN POLITIK
Menurut DR. Abdurrahman,H.SH.MH  dalam Pembangunan berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia bahwa pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam di Indonesia sudah dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia ;
a.   Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah dirubah dalam Tahun 2002 berbunyi selengkapnya :
1.   Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.   Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi Negara.
3.   Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.   Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5.   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang mengenai pengelolaan sumber daya alam adalah seperti apa yang disebutkan dalam ayat (3) yaitu melingkupi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”. Ketentuan ini kemudian diperluas dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 dengan menambah unsur ruang angkasa sehingga meliputi “ Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan penegasan tentang dua hal yaitu:
1.   Memberikan kekuasaan kepada negara untuk “menguasai” bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sehingga negara mempunyai “Hak Menguasai”. Hak ini adalah hak yang berfungsi dalam rangkaian hak-hak penguasaan sumber daya alam di Indonesia.
2.   Membebaskan serta kewajiban kepada negara untuk mempergunakan sumber daya alam yang ada untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b.      Dalam pasal 3 ayat (1) Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tetang penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan serta perimbangan keuangan Pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa keseluruhannya.
c.       Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam.
Pasal 8 menentukan:
1.   Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah.
2.   Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah:
a) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
b) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika.
c) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika.
d) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku
3.   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 9 ayat (3)
Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan konsensus sumber daya alam hayati dan eksistensinya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
          
           d.    Pembangunan Berwawasan lingkungan
Menurut Surna T. Djajadiningrat, proses pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga faktor utama, yaitu: (1) kondisi sumber daya alam; (2) kualitas lingkungan, dan (3) faktor kependudukan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak akan bermakna banyak apabila tidak turut memperhatikan aspek-aspek yang berwawasan lingkungan.
Oleh karena itu, pembangunan haruslah mampu untuk menjaga keutuhan fungsi dan tatanan lingkungan, sehingga sumber daya alam yang ada dapat senantiasa tersedia guna mendukung kegiatan pembangunan baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Untuk menciptakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (CBESD), maka diperlukanlah pokok-pokok kebijaksanaan yang di antaranya berpedoman pada hal-hal sebagai berikut: [2]
a.       Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya;
b.      Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan dikendalikan melalui penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek;
c.       Adanya pengutamaan penanggulangan pencemaran air, udara, dan tanah;
d.      Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.
e.       Pengendalian kerusakan lingkungan melalui pengelolaan daerah aliran sungai, rehabilitasi dan reklamasi bekas pembangunan, serta pengelolaan wilayah pesisir dan lautan;
f.       Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan;
g.      Pengembanan peran serta masyarakat, kelembagaan, dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
h.      Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan;
i.        Pengembangan kerja sama luar negeri.

D.    KESIMPULAN
Dari seluruh uraian di atas, maka sudah tampak jelas bahwa manusialah yang berperan banyak dalam perubahan ekosistem dari hasil interaksi antara dia dengan sesama mahluk hidup lainnya maupun dengan lingkungan alam..
Segala strategi dan kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan menjadi dasar secara khusus ketika para pejabat penentu kebijakan negara ingin melaksanakan aktivitas perekonomian. Hal tersebut harus dijadikan pertimbangan untuk mencegah terjadinya dampak negatif yang lebih besar dari perubahan lingkungan.

E.     PENUTUP

Untuk mengatasai permasalahan lingkungan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti sistem pemerintahan, gaya hidup, komunitas, insentif fiskal, kewarganegaraan ekologikal, serta status dan kelas social, maka ketika para penentu kebijakan dalam mengambil keputusan harus menekankan politik hijau sebelum akhirnya umat manusia terlambat mengatasi permasalahan lingkungan yang semakin tidak terkendalikan.
Kini sudah tibalah waktunya kita sebagai anak bangsa melakukan perubahan  yang mendasar untuk menyusun kembali tatanan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai dan prinsip perlindungan terhadap lingkungan. Jika bukan generasi saat ini yang melakukannya, maka tidak mustahil bangsa Indonesia akan kehilangan generasi penerusnya pada masa yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman,H.SH.MH.DR , Pembangunan berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia , Makalah pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar  Juli 2003.

Djajadiningrat, Surna T., Jurnal Hukum Lingkungan, Tahun I No. 1/1994, ICEL, Jakarta.
Finger, Matthias, “Which Governance for Sustainable Development? An Organizational and Institutional Perspective”, dalam Jacob Park, Ken Conca, dan Matthias Finger, eds., The Crisis of Global Environmental Governance: Towards a New Political Economy of Sustainability, Routledge Taylor & Francis Group, New York, 2006.
Faiz  ,Pan Mohamad, S.H., M.C.L.Perubahan Iklim dan Perlindungan terhadap Lingkungan : Statu Kajian Perspektif , Paper Position pada Forum Diskusi Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai “Perubahan Iklim” ,Jakarta , 2009

Mansoben, J. R. Konservasi Sumber Daya Alam  Papua Ditinjau Dari Aspek Budaya, Artikel Seminar Dampak Eksploitasi SDA terhadap Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan hidup di Irian Jaya, Jayapura  Desember 1999


[1] Matthias Finger, “Which Governance for Sustainable Development? An Organizational and Institutional Perspective”, dalam Jacob Park, Ken Conca, dan Matthias Finger, eds., The Crisis of Global Environmental Governance: Towards a New Political Economy of Sustainability, Routledge Taylor & Francis Group, New York, 2006, hlm. 125.
[2] Surna T. Djajadiningrat, Jurnal Hukum Lingkungan, Tahun I No. 1/1994, ICEL, Jakarta, hlm. 6-9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar